WHAT'S NEW?
Loading...

Studi Kasus Permasalahan Pertambangan Part 1

Contoh Kasus 1

Maraknya galian C berupa galian pasir maupun galian tanah merah di wilayah kabupaten Tangerang khususnya di daerah kecamatan Jambe, Keronjo, Teluknaga, Cisoka dan sekitarnya terus-menerus menjadi sorotan karena imbasnya yang merugikan. Galian tersebut mengakibatkan jalan-jalan menjadi rusak karena dilewati oleh truk bermuatan galian. Bahkan pada musim hujan jalan menjadi berlumpur dan licin namun pada saat kemarau jalan menjadi sangat berdebu. 
Usaha galian C pada wilayah kabupaten Tangerang yang berjumlah 324 titik ini, dapat dipastikan tidak sesuai dengan undang-undang tersebut. Mengingat galian C yang tersebar di 24 kecamatan ini sangat merusak lingkungan pedesaan, menurut laporan BLHD usaha galian c yang termasuk kriteria merusak lingkungan ringan sebanyak 129 titik, sedangkan yang merusak lingkungan berat sebanyak 71 titik, dan yang merusak lingkungan sedang sebanyak 124 titik, adapun lingkungan yang mengalami pengrusakan adalah struktur jalan raya dan area persawahan serta area kebun.
Banyak sudah laporan yang menjadi korban akibat galian, namun keberadaannya terkesan dibiarkan oleh Pemerintah dan Sat Pol PP setempat. Mengingat begitu banyaknya kerugian yang didapatkan oleh penduduk di sekitar daerah galian C tersebut, sikap pemerintah dan Sat Pol PP yang seperti ini, dapat menimbulkan pertanyaan apakah memang mereka tidak mengetahui hal tersebut, ataukah hanya berpura-pura tidak mengetahuinya.

SOLUSI
Dalam kasus ini, pelanggaran hukum cukup jelas dilakukan oleh oknum-oknum pengusaha dan pihak yang terkait dalam usaha galian C yang ilegal, namun permasalahannya menurut data yang didapat bahwa pihak pemerintah dan aparat tidak menjalankan hukum dengan tegas yang sesuai dengan undang-undang yang berlaku, baik dalam peraturan daerah maupun undang-undang negara Indonesia sendiri. 
1.      Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, pada pasal 48 ayat 1 menyebutkan bahwa penataan ruang kawasan pedesaaan diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat, pertahanan kualitas lingkungan setempat, dan wilayah yang didukungnya, konservasi sumberdaya alam, pelestarian budaya lokal, pertahanankawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahanan pangan, penjagaan keseimbangan pedesaan.
2.      Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 Tentang Jenis Rencana Usaha dan Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan. Dalam peraturan menteri ini disebutkan bahwa, bahan galian nonlogam atau bahan galian golongan C termasuk kedalam bidang sumber daya energi dan mineral, dimana jenis usaha galian C ini wajib dilengkapi dengan analisa mengenai dampak lingkungan, dengan kriteria kapasitas galian lebih besar dari 250.000 (dua ratus lima puluh ribu) m3/tahun atau jumlah material penutup yang dipindahkan lebih dari 1.000.000 (satu juta) ton. 
3.      Berdasarkan UU NO. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral pada pasal 8 disebutkan bahwa kewenangan pemerintah kabupaten dalam pengelolaan pertambangan mineral yaitu memberikan Ijin Usaha Pertambangan (IUP), dan apabila usaha penambangan tersebut tidak dilengkapi dengan ijin maka oknum yang terkait (dalam hal ini pengusaha galian) dapat dikenakan sanksi pidana sesuai Pasal 158 pada UU No.4 Tahun 2009, yang menyatakan setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa ijin usaha penambangan dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 10.000.000.000 (sepuluh milyar) rupiah. Pada Pasal 160 juga disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan ekplorasi tanpa ijin usaha penambangan dipidana paling lama 1 tahun dan denda sebesar 200.000.000 (dua ratus juta) rupiah.
4.      Berdasarkan PP No. 13 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Pasal 1 menyatakan kawasan pedesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pedesaan, pelayanan jasa pemerintah, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Hal tersebut dapat dijerat sanksi bagi oknum yang membuat alih fungsi tata ruang menjadi demikian, sesuai pada Pasal 63 dalam UU No. 26 tahun 2007 bahwa sanksi yang bisa diberikan berupa pengembalian fungsi ruang. Sanksi pidana yang lain yaitu sesuai pada Pasal 69 Untuk perubahan fungsi ruang akan dipidana 3 tahun dan denda 500.000.000 (lima ratus juta) rupiah.
Untuk mengatasi masalah pelanggaran hukum dan ketidaktegasan pemerintah dalam menegakkan hukum, maka diperlukannya tidakan-tindakan serta upaya dari pemerintah itu sendiri dan peran serta aparat penegak hukum. Tindakan dan upaya tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Segera Dilakukan Tindakan Dengar Pendapat dan Diputuskan Solusi Permasalahan, dalam rangka mencari masukan dan informasi tentang inventarisir galian C dari seluruh kepala desa dan camat dari wilayah yang terdapat permasalahan galian. Tindakan ini dapat menyimpulkan diantaranya yaitu menegur camat dan kepala desa tersebut melalui bupati kabupaten Tangerang, kemudian komisi IV meminta kepada seluruh aparat terkait seperti Satpol PP, Dishub, BPN, Kepolisian, yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang untuk segera membentuk Tim Work supaya permasalahan ini segera terselesaikan, karena tidak ada perdanya tentang galian C, untuk itu galian C tidak ada yang dilegalkan.
2.      DPRD bersama-sama pemda dan jajaran terkait untuk melakukan sidak dengan menutup galian tanah yang berada di wilayah kabupaten Tangerang dan menindak oknum-oknum pejabat, aparat dan sebagainya yang memback-up kegiatan galian tanah illegal tersebut. Selain itu DPRD juga harus mengeluarkan surat rekomendasi pelarangan galian dan penutupan galian C di seluruh kecamatan di wilayah yang dapat merusak lingkungan hidup dan fungsi dari wilayah tersebut.
3.      legalisasi usaha galian dalam bentuk Perda, sehingga pajak yang dikeluarkan resmi masuk ke kas negara bukan ke oknum yang tidak bertanggung jawab. Perda ini harus direncanakan sedemikian rupa agar dalam menjalankan usaha galian dapat diatur secara tegas batas-batasannya, baik tonase muatan truk pengangkut galian sehingga tidak merusak jalan, volume maksimal dari penambangan dan lahan yang diperbolehkan untuk usaha galian agar tidak merusak lingkungan, analisa dampak masalah lingkungan yang terjadi, sampai dengan sanksi yang diberikan pada pelanggaran yang terjadi. Sehingga dalam kegiatanya dapat terjaga kebersihan dan keindahan serta tidak merugikan masyarakat.

Sumber: 

0 komentar:

Post a Comment